KONSEP MODERNISASI PESANTREN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PENDIDIKAN
ISLAM INDONESIA.
- Latar Belakang Masalah
Kenyataan bahwa Islam dianut oleh mayoritas
penduduk Indonesia, khususnya pulau Jawa tidak bisa dilepaskan dari
proses panjang Islamisasi yang dilalui, di mana pesantren secara
intensif terlibat di dalamnya, dan bahkan institusi ini menjadi salah
satu media utama pengaruh Islam dalam pembinaan moral bangsa
Indonesia. Secara historis, pesantren dinilai tidak hanya mengemban
misi dan mengandung nuansa keislaman, tetapi juga menjaga nuansa
keaslian (indigenous)
Indonesia. Karena lembaga sejenis telah berdiri sejak masa
Hindu-Buddha, sedangkan pesantren tinggal meneruskan dan
mengislamkannya.1
Sebagai lembaga pendidikan indigenous,
pesantren memiliki akar sosio-histori yang kuat, sehingga membuatnya
mampu menduduki posisi yang relatif sentral dalam dunia keilmuan
masyarakat dan sekaligus bertahan di tengah berbagai gelombang
perubahan. Eksistensi pesantren bertambah kuat ketika corak Islam
yang berkembang di Jawa memberikan dasar ideologis dan kelembagaan
yang kondusif bagi pesantren.2
Pesantren dalam dinamikanya dipandang memiliki
identitas tersendiri yang diistilahkan oleh KH. Abdurrahman Wahid
dengan “subkultur”. Menurut beliau ada tiga unsur pokok yang
membangun subkultur pesantren, yaitu pola kepemimpinan, literatur
universal (kitab kuning) yang dipelihara berabad-abad, dan sistem
nilainya.
Dinamika zaman terus berjalan seiring dengan
proses modernisasi, yang menuntut pesantren untuk mau menerima
perubahan dan perkembangan. Namun demikian, masih terdapat pola baku
sebagai hal esensial dunia pesantren yang dinilai relatif ajek
dan kontinu terkait sistem nilainya yang tercermin dalam tradisi
keilmuan dan moralitasnya, yang secara epistemik-etik diakui turut
menentukan cara pandang pesantren dalam menafsirkan realita yang
dihadapi dan dalam memberikan respon terhadapnya. Ke-ajek-an
dan kontinuitas yang ada pada pesantren tersebut, dalam beberapa sisi
diidentifikasi sebagai penyebab terjadinya kesenjangan antara
pesantren dengan derap modernisasi yang tengah berlangsung di dunia
“luar”.3
Dalam bidang pendidikan, pesantren dapat dikatakan
kalah bersaing dalam menawarkan suatu model pendidikan kompetitif
yang mampu melahirkan out put
(santri) yang memiliki kompetensi dalam penguasaan ilmu sekaligus
skill
sehingga dapat menjadi bekal terjun kedalam kehidupan sosial yang
terus mengalami percepatan perubahan akibat modernisasi yang ditopang
kecanggihan sains dan teknologi. Kegagalan pendidikan pesantren dalam
melahirkan sumber daya santri yang memiliki kecakapan dalam bidang
ilmu-ilmu keislaman dan penguasaan teknologi secara sinergis
berimplikasi terhadap kemacetan potensi pesantren sebagai salah satu
agents of social change
dalam berpartisipasi mendukung proses transformasi sosial bangsa.4
Di samping itu, dengan kesimpulan yang cukup provokatif, salah
seorang pemerhati pendidikan di tanah air, Mochtar Buchori
mengungkapkan bahwa “ilmu pendidikan di Indonesia mengalami krisis
identitas karena lonceng kematiannya telah berdentang”. Dalam
kaitan ini, H.A.R.Tilaar juga mempunyai kesimpulan serupa: “ilmu
pendidikan di Indonesia dalam kondisi hidup enggan mati tak mau”.
Karena itu untuk sekarang ini, pendidikan agama
dituntut agar lebih berorientasi pada upaya pemupukan wawasan
keagamaan dalam kaitannya dengan pembentukan intelektual-keagamaan
dan pengintegrasian problematika empiris di sekitar peserta didik.
Dengan ini diharapkan bisa tumbuh kesadaran kritis dan cerdas pada
diri peserta didik terhadap realitas sosio-kultural lingkungannya.
Model pendidikan seperti ini diharapkan bisa mengubah kondisi
pendidikan agama yang telah berlangsung selama ini, yang dinilai
banyak pihak sebagai “indoktrinatif”.5
Melihat relita di atas, sebagai sebuah lembaga
yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan,
pengembangan pesantren harus terus didorong. Hal ini karena sudah
tidak diragukan lagi bahwa pesantren memiliki kontribusi nyata dalam
pembangunan pendidikan. Apalagi dilihat secara historis, pesantren
memiliki pengalaman yang luar biasa dalam membina dan mengembangkan
masyarakat.6
Melihat kenyataan tersebut, penulis beranggapan bahwa modernisasi
pesantren menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi agar dapat
mengatasi kesenjangan yang terjadi antara dunia pesantren dengan
perkembangan dunia luar, yang dalam hal ini adalah pendidikan (Islam)
Indonesia. Selain itu, modernisasi juga sesuai dengan prinsip yang
selama ini dipegang teguh dalam pesantren, “al
muhafadzah ‘ala al qadim al shalih,
wa al akhdzu bi al jadid al ashlah”,
yaitu tetap memegang tradisi yang positif, dan mengimbangi dengan
mengambil hal-hal baru yang positif. Ini berarti,
pesantren dituntut melakukan
kontekstualisasi tanpa harus mengorbankan watak aslinya.
Dari sini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang
pesantren dan pendidikan Islam Indonesia dalam penelitian pustaka
yang berjudul “Konsep Modernisasi Pesantren dan Implikasinya
terhadap Pendidikan Islam Indonesia”. Ada beberapa alasan yang
mendorong penulis untuk memilih judul tersebut, diantaranya adalah:
- Melihat kenyataan bahwa pesantren sebagai salah satu model pendidikan yang khas (indigenous) Indonesia, sehingga sangat menarik untuk diperbincangkan.
- Melihat banyaknya penilaian terhadap pesantren yang menyatakan bahwa pesantren adalah suatu lembaga pendidikan Islam yang sifatnya indoktrinatif, kaku, tidak mengikuti perkembangan, dan lain sebagainya.
- Melihat adanya suatu kenyataan bahwa pesantren memiliki kontribusi nyata dalam pembangunan pendidikan, yaitu membina dan mengembangkan masyarakat.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan bahwa
permasalahan yang akan dikaji dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut.
- Bagaimana konsep modernisasi pesantren?
- Bagaimana perkembangan pendidikan Islam Indonesia?
- Bagaimana implikasi modernisasi pesantren terhadap pendidikan Islam Indonesia?
- Tujuan Penelitian
- Untuk mengetahui konsep modernisasi pesantren.
- Untuk mengetahui perkembangan pendidikan Islam Indonesia.
- Untuk mengetahui implikasi modernisasi pesantren terhadap pendidikan Islam Indonesia.
- Kegunaan Penelitian
- Dapat menambah wawasan bagi penulis khususnya, dan pembaca pada umumnya tentang konsep modernisasi pesantren dan implikasinya terhadap pendidikan Islam Indonesia.
- Memberikan wacana tentang modernisasi pesantren dan perkembangan pendidikan Islam di Indonesia.
- Memberikan inspirasi kepada penulis lain untuk mengkaji lebih dalam persoalan yang serupa.
- Tinjauan Pustaka
- Analisis Teori
Mahmud Arif dalam bukunya yang berjudul Pendidikan
Islam Transformatif, menyatakan bahwa tradisi pesantren telah
melahirkan suatu subkultur, namun bukan berarti ia adalah entitas
“otonom” yang sama sekali tidak dapat disentuh oleh pergeseran
dan perubahan (modernisasi) dari luar. Sebab, eksistensi pesantren
jelas mempunyai kepentingan untuk memperoleh relevansi
sosiologis-kontekstual agar dapat tetap survive
dan eksis. Akibat derasnya arus perubahan global, suka ataupun tidak,
pesantren dituntut untuk mau menerima logika perubahan dengan tetap
teguh memegang tradisinya tanpa perlu bersikap tradisional.
Dalam skripsi yang ditulis oleh Arif Firmansyah dengan judul
“Pendidikan Pesantren Tradisional menurut KH. Abdurrahnan Wahid”
mengatakan bahwa kelahiran dan keberadaan pondok pesantren di
Indonesia sangat erat kaitannya dengan mazhab atau faham Ahl
al-Sunnah wa al-Jama’ah. Menurut KH. Abdurrahman Wahid, umat
manusia di masa depan selain menuntut dimilikinya landasan berupa
bekal keagamaan yang kuat juga ditentukan oleh penguasaannya tentang
perkembangan teknologi. Karenanya, pengembangan pengetahuan umum di
pesantren merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi dengan penanganan
yang serius. Apabila hal itu dapat terwujud dalam sebuah pesantren,
maka sebuah keniscayaan, yang tumbuh dan berkembang dari generasi ke
generasi pesantren adalah santri yang mampu menjawab tantangan
global.
Selanjutnya, dalam buku Esei-esei Intelektual
Muslim Pendidikan Islam yang ditulis oleh Prof.DR. Azyumardi Azra
disebutkan bahwa modernisasi sistem dan kelembagaan pesantren
berlangsung nyaris tanpa melibatkan wacana epistemologi. Modernisasi
yang dilakukan cenderung diadopsi dan diimplementasikan begitu saja.
Karena itu, modernisasi pesantren berlangsung secara adhoc
(sementara) dan parsial. Sebab itulah modernisasi yang dilakukan
kemudian cenderung bersifat involutif, yakni sekedar perubahan yang
hanya memunculkan kerumitan-kerumitan daripada terobosan-terobosan
yang betul-betul bisa dipertanggung jawabkan baik dari segi konsep,
kelestarian dan kontinuitasnya.
Kemudian menurut Prof.DR.KH. M. Tholhah Hasan
sebagaimana dituliskan oleh Nunu Ahmad An-Nahidl dalam tulisan
berjudul Mendidik Manusia Sesuai Fitrahnya, dikatakan bahwa
dibutuhkan adanya gagasan segar dan kreatif serta upaya dinamis untuk
menyelenggarakan model pendidikan Islam yang excellent,
bermartabat, dan menjadi kebanggaan umat.
- Kerangka Berpikir
Pesantren merupakan sebuah lembaga yang bergerak
dalam bidang pendidikan dan sosial keagamaan. Karena itu, untuk dapat
memainkan peran edukatifnya dalam penyediaan sumber daya manusia yang
berkualitas pesantren harus meningkatkan mutu sekaligus memperbaruhi
model pendidikannya. Sebab, model pendidikan pesantren yang
mendasarkan diri pada system konvensional atau klasik tidak cukup
membantu dalam penyediaan sumber daya manusia yang memiliki
kompetensi integratif baik dalam penguasaan pengetahuan agama,
pengetahuan umum dan kecakapan teknologis. Padahal ketiga elemen ini
merupakan prasyarat yang tidak bisa diabaikan untuk konteks perubahan
sosial akibat modernisasi.7
Tradisi pendidikan pesantren yang merakyat (tidak
elitis) menjadi modal berharga dalam pengembangan pendidikan Islam
Indonesia yang lebih humanis. Di samping itu, tradisi pesantren yang
terbukti ampuh sebagai benteng kultural dan agama, diharapkan dapat
menyelamatkan generasi pemuda Muslim dari proses brainwashing
nilai-nilai keislaman yang terjadi dalam proses pendidikan umum,
khususnya di tingkat pendidikan tinggi.
- Metode Penelitian
- Jenis dan Desain Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan
pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan dalam melakukan
penelitian yang berorientasi pada fenomena atau gejala yang bersifat
alami.8
Sedangkan jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan, yaitu jenis penelitian yang bertujuan untuk
mengumpulkan data dan informasi dengan bantuan macam-macam materi
yang bersumber dari buku-buku yang berhubungan dengan permasalahan
yang dibahas.9
- Sumber Data
Sumber data merupakan subjek di mana data dapat diperoleh. Dalam
penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data, yaitu:
- Sumber Data Primer
Sumber data primer merupakan sumber data pokok yang diperoleh dari
buku-buku yang membahas tentang pesantren dan juga pendidikan Islam
di Indonesia. Dalam hal ini penulis menggunakan sumber utama buku
berjudul Pendidikan Islam Transformatif yang ditulis oleh DR. Mahmud
Arif, dan juga buku yang ditulis oleh Prof. DR. Azyumardi Azra dengan
judul Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam.
- Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber pendukung, baik berupa buku,
artikel, jurnal ilmiah dan lain sebagainya yang relevan dengan
permasalahan yang dibahas. Sebagai bahan pendukung, penulis
menggunakan buku berjudul Pemikir Pendidikan Islam karya Drs. Choirul
Fuad Yusuf dan Drs. Ahmad Syahid. Selain itu penulis juuga
menggunakan beberapa artikel sebagai pelengkap, dan juga buku-buku
tentang pedoman penulisan skripsi.
- Metode Pengumpulan Data
Dalam penulisan ini, metode yang digunakan penulis untuk pengumpulan
data adalah metode studi pustaka, yaitu dengan cara memilih buku-buku
yang diperlukan, kemudian membaca, memahami, serta mengidentifikasi
data-data yang dipandang relevan dengan pembahasan masalah. Setelah
data-data terkumpul, selanjutnya dikelompokkan dan diklasifikasikan
dengan tujuan untuk memudahkan proses memahami data yang diperoleh.
- Teknik Analisis Data
- Metode Deskriptif
Metode desriptif adalah metode yang berusaha
mendeskripsikan dengan menginterpretasikan data yang ada.10
- Metode Analisis Isi (Content Analysis)
Metode analisis isi adalah proses analisis
terhadap makna dan kandungan buku-buku yang dijadikan rujukan
sehingga diketahui ide pokoknya.11
- Sistematika Penelitian
Secara garis besar, sistematika penulisan dalam penelitian ini akan
dibagi ke dalam lima bab, di mana pada masing-masing bab terdiri dari
beberapa sub bab. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam memahami
hal-hal yang akan dibahas dalam penulisan ini. Untuk lebih jelasnya,
dapat penulis bagi dalam rincian sebagai berikut.
Bab I adalah Pendahuluan, yang terdiri dari Latar Belakang Masalah,
Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Tinjauan
Pustaka, Metode Penelitian, dan Sistematika Penelitian.
Bab II membahas tentang Deskripsi Umum tentang Konsep Modernisasi
Pesantren, yang terbagi dalam empat sub bab yaitu Definisi
Modernisasi Pesantren, Latar Belakang Modernisasi Pesantren, Konsep
Modernisasi Pesantren, dan Urgensi Modernisasi Pesantren dalam
Perspektif beberapa Ulama.
Bab III membahas tentang Deskripsi Umum tentang Pendidikan Islam
Indonesia, yang terbagi dalam empat sub bab yaitu Sejarah dan
Perkembangan Pendidikan Islam Indonesia, Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Perkembangan Pendidikan Islam Indonesia, Problematika
Pendidikan Islam Indonesia, serta Paradigma Pendidikan Islam
Indonesia.
Bab IV membahas tentang Analisis Konsep Modernisasi Pesantren dan
Implikasinya terhadap Pendidikan Islam Indonesia, yang terdiri dari
tiga sub bab yaitu Analisa tentang Konsep Modernisasi Pendidikan,
Analisa tentang Perkembangan Pendidikan Islam Indonesia, Analisa
tentang Implikasi Modernisasi Pesantren terhadap Pendidikan Islam
Indonesia.
Bab V adalah Penutup, yang terdiri dari Simpulan dan Saran.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muh. 1993. Strategi
Penelitian Pendidikan. Bandung:
Angkasa.
Arif Firmansyah. “Pendidikan Pesantren
Tradisional menurut KH. Abdurrahnan Wahid”, Skripsi
Sarjana Pendidikan (Pekalongan:
Perpustakaan STAIN Pekalongan, 2009)
skripsi yang ditulis oleh Arif Firmansyah dengan judul
Arif, Mahmud. 2008. Pendidikan
Islam Transformatif. Yogyakarta: LKIS.
Azra, Azyumardi. 1998.
Esei-esei Intelektual Muslim Pendidikan Islam.
Jakarta: Logos.
Hadi, Sutrisno. 1989.
Metode Research. Yogyakarta: Andi
Offset
http://blog.uin-malang.ac.id/sarkowi/2010/07/28/pembaharuan-pemikiran-pesantren/.
Diakses pada 9 November 2010..
Moleong, Lexy.J. 2005. Metodologi
Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Soedjono, dkk. 1994. Metodologi
Penelitian dan Penerapan. Jakarta:
Rineka Cipta.
Tim Penyusun. 2008. Pedoman
Penyelenggaraan Pendidikan STAIN Pekalongan (Tahun Akademik
2008-2009). Pekalongan: STAIN Press.
Yususf, Choirul Fuad dan Ahmad Syahid. 2007.
Pemikir Pendidikan Islam (Biografi
Sosial Intelektual). Jakarta: Pena
Citasatria.
4
http://blog.uin-malang.ac.id/sarkowi/2010/07/28/pembaharuan-pemikiran-pesantren/.
Diakses pada 9 November 2010.
6
http://blog.uin-malang.ac.id/sarkowi/2010/07/28/pembaharuan-pemikiran-pesantren/.
Diakses pada 9 November 2010.
7
http://blog.uin-malang.ac.id/sarkowi/2010/07/28/pembaharuan-pemikiran-pesantren/.
Diakses pada 9 November 2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar